BOGOR, BL- Benih adalah kehidupan. Istilah ini sangat tepat untuk menggambarkan betapa pentingnya benih. Dari benihlah kehidupan dimulai. Dalam hal pangan, benih yang baik dan berkelanjutan akan menjamin ketersedian pangan.
Dalam sistem budidaya
tanaman, benih menempati porsi penting sebagai penentu produksi. Tidaklah
mengherankan jika kemudian benih menjadi faktor produksi yang banyak
diusahakan.
Untuk menjamin ketersedian
benih bagi petani, sejumlah petani dan penggiat dunia pertanian pada tanggal 12
Juli 2012 membentuk Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) di Bogor. Sementara ini anggota AB2TI tersebar di
Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera
Utara
Menurut Said Abdullah, Sekjen AB2TI, dalam catatan sejarah, benih telah ribuan tahun lalu dimuliakan oleh petani. Keragaman yang dimuliakan petani tidaklah sedikit. Sejak 1960an petani setidaknya telah mengembangkan 1,9 juta jenis/varietas tanaman. Untuk tanaman pangan, petani memuliakan 5000 tanaman pangan dan menjadi penyumbang terbesar pada bank benih dunia. Saat ini industri hanya memelihara untuk diniagakan benih tanaman pangan 150 jenis saja.
Petani pemulai benih terus
menjaga keberadaan benih dalam sistem sosial budaya yang terus hidup hingga
saat ini. Tak hanya melalui lahan, para petani menjaga benih dalam lumbung
sebagai bagian dari kehidupan sosialnya. Bagi petani benih tak hanya benda yang
menghasilkan buah, umbi atau tanaman saja namun lebih dari itu. Dalam kehidupan
sehari-hari, petani melakukan tukar menukar benih. Dalam hal ini benih menjadi
media perekat dan hubungan sosial diantara petani.
Benih juga memiliki nilai
sosial dan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Pemahaman inilah yang kemudian
melahirkan komersialisasi benih yang dilakukan industri. Sejak tahun 1980an
industri benih terus berkembang hingga hari ini. Jika awalnya hanya memuliakan
benih, kemudian melahirkan benih hibrida, kini industri benih berkembang hingga
menghasilkan benih tanaman transgenik.
Perkembangan industri benih
makin kuat seiring dengan berkembangnya aturan paten. Gerakan ini diawali tahun
1980an oleh Asosiasi Pemulian benih internasional (ASSINSEL), kini menjadi
Federasi Benih Internasional (ISF) yang beranggotakan asosiasi dan perusahaan
benih. Kelompok ini melakukan upaya lobi dan kampanye agar seluruh dunia mau
mengadopsi adanya hak bagi pemulia tanaman (paten).
Sejak itulah penguasaan
benih terus menguat pada sisi perusahaan. Hampir semua benih yang beredar
merupakan produksi industri benih yang sebagian besar merupakan perusahaan
transnasional. Saat ini industri telah menguasai sekurangnya 90% pasar benih
dunia. Di Indonesia, industri menguasai lebih dari 70% pasar benih.
Berdasarkan data Koalisi
Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), pemulia tanaman revolusi hijau hanya
menghasilkan 8000 jenis saja sejak 1970. Untuk tanaman pangan, petani
memuliakan 5000 tanaman pangan dan menyumbang 1,9 juta varietas pada bank benih
dunia. Sementara industri hanya 150 jenis saja. Dengan kekayaan benih tersebut
70% tanaman pangan yang ada diproduksi petani kecil. Sementara industri hanya
30% saja.
Pada sisi yang lain lanjut Manager Advokasi dan Jaringan KRKP ini,
undang-undang dan program pemerintah tak cukup kuat melindungi petani, terutama
petani pemulai benih.
Padahal saat ini sudah
sangat banyak kelompok petani yang berhasil memuliakan aneka benih. Alih-alih
mendukung, undang-undang yang ada justru dijadikan alat untuk mengkriminalisasi
petani. “Hal ini terjadi pada petani
pemulian benih di Kediri, Jawa Timur yang telah mengalami penahanan atas tuduhan
memperdagangkan benih tanpa izin melalui UU Sistem Budidaya Tanaman nomor 12
tahun 1992,”kata Ayip panggilan Akrab Said Abdullah melalui keterangan
tertulisnya.
Menurutnya, pilihan kebijakan yang pro pasar tidak hanya mengancam kehidupan petani namun juga keberagaman varietas tanaman. Menghadapi situasi ini penguatan kapasitas dan dukungan atas inisiatif petani perlu terus dilakukan. Terus menambah pengetahuan dan kapasitas petani serta didukung penguatan kelembagaan menjadi modal penting untuk bertahan ditengah serbuan benih pabrikan. Selain itu, upaya advokasi atas undang-undang dan kebijakan-program pemerintah juga perlu dilakukan pada berbagai tingkatan mulai dari komunitas hingga nasional.
Menurutnya, pilihan kebijakan yang pro pasar tidak hanya mengancam kehidupan petani namun juga keberagaman varietas tanaman. Menghadapi situasi ini penguatan kapasitas dan dukungan atas inisiatif petani perlu terus dilakukan. Terus menambah pengetahuan dan kapasitas petani serta didukung penguatan kelembagaan menjadi modal penting untuk bertahan ditengah serbuan benih pabrikan. Selain itu, upaya advokasi atas undang-undang dan kebijakan-program pemerintah juga perlu dilakukan pada berbagai tingkatan mulai dari komunitas hingga nasional.
“Kesadaran ini mendorong
lahirnya Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI). AB2TI dibentuk
dengan cita-cita menjadi pusat keunggulan di bidang perbenihan dan teknologi
yang dimiliki oleh petani Indonesia dalam upaya meningkatkan penguasaan dan
kedaulatan petani atas benih dan teknologi yang mendukung sistem pertanian
berkelanjutan untuk mencapai penghidupan petani yang lebih mandiri dan sejahtera,”jelasnya.
(Marwan Azis).