![]() |
Ini aksi jalan mundur yang dilakukan aktivis lingkungan Greenpeace, sebagai upaya mengingatkan Presiden SBY untuk memperkuat dan memperpanjang moratorium.. |
Aksi kali ini membawa pesan bahwa kebijakan moratorium yang ditetapkan oleh Presiden SBY sejak Mei 2011, dinilai belum menunjukkan adanya perbaikan pada kondisi hutan dan tata kelola kehutanan. Puluhan aktivis berjalan mundur dari mulai Monumen Nasional hingga Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, sebagai upaya mengingatkan Presiden SBY untuk memperkuat dan memperpanjang moratorium.
“Aksi
ini bertujuan untuk mengingatkan kembali Presiden SBY, bahwa moratorium
yang masanya akan habis sebentar lagi harus diperpanjang, diperkuat dan
berfokus pada tujuan perlindungan hutan dengan menerapkan moratorium
hutan berbasis capaian,” kata Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan
Greenpeace Indonesia melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com (19/4).
Greenpeace meminta
pemerintah untuk membuat langkah cepat untuk memperkuat dan memperluas
cakupan dua tahun moratorium izin baru yang akan berakhir pada 20 Mei
ini. Moratorium telah menjadi lemah akibat lobi industri dan bahkan
beberapa kementerian termasuk Kementerian Kehutanan.
Dengan
waktu yang kurang dari satu bulan lagi, hanya sedikit kemajuan yang
dicapai dalam kebijakan moratorium dan banyak indikator kinerja kunci
yang merupakan bagian dari perjanjian 1 miliar dollar dana perlindungan
hutan Indonesia-Norwegia yang belum tercapai, seperti; pendirian lembaga
REDD, dan badan pemantauan, pelaporan dan verifikasi (MRV) serta
mekanisme dan lembaga keuangannya.
Menurut Yuyun, hambatan utama moratorium hutan di Indonesia adalah tata kelola
pemerintahan yang buruk, data dan peta yang tidak sinkron, tidak
jelasnya payung hukum untuk perlindungan sosial dan
lingkungan, serta pemetaan lahan terlantar.
Teguh
Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace mengungkapkan, berdasarkan analisis
Greenpeace dengan membandingkan peta moratorium revisi kedua dengan
revisi ketiga yang diluncurkan bulan November 2012 menunjukkan terdapat
pengurangan wilayah yang dilindungi moratorium, banyak konsesi yang
masih tumpang tindih dengan hutan yang seharusnya dilindungi oleh
moratorium dan berlanjutnya ketidakseragaman atas definisi hutan serta
lahan gambut.