Ilustrasi aksi aktivis lingkungan di Surabaya yang menyerukan pengurangan kantong dan botol plastik minum. Foto : VOA. |
JAKARTA,
BL- Perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) diminta ikut berperan mengurangi
sampah botol plastik sekali pakai dengan
mengadakan mesin pengisian air minum berbayar di berbagai lokasi umum.
Ajakan tersebut disampaikan
sejumlah lembaga yang care dengan lingkungan diantaranya Koalisi
Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI), Hijauku.com dan Coffee Institute.
Untuk
menggalang lebih banyak dukungan, KOPHI bersama berbagai komunitas yang
bergerak di bidang lingkungan
menyelenggarakan kampanye KOPHI ITEM pada hari Minggu, 3 November 2013 lalu, saat
Car Free Day di Bundaran Hotel Indonesia.
Koordinator Media Relation
KOPHI, Sri Rizki Kesuma Ningrum kepada Beritalingkungan.com mengungkapkan, melalui kampanye tersebut, KOPHI berhasil mendapatkan lebih dari 50 tanda
tangan tambahan. Dukungan masyarakat luas, KOPHI optimis pengadaan mesin air
minum berbayar tersebut dapat segera terlaksana sehingga semakin banyak
masyarakat yang membawa botol minum sendiri dan berkurangnya penggunaan botol
plastik sekali pakai.
DKI
Jakarta, dengan kepadatan penduduk 13.667,01 jiwa per
km2, memproduksi sampah sebanyak 7.896
ton setiap harinya setara dengan
setengah volume Candi Borobudur.
Berdasarkan data dari PSTL FTUI, 17
persen dari jumlah tersebut atau sebanyak 1.342 ton merupakan sampah plastik yang sulit untuk terurai secara alami. Angka tersebut
berbanding terbalik dengan jumlah kegiatan pendaurulangan sampah yang
dilakukan.
Menurut Sri Rizki, bila keadaan tersebut terus terjadi maka bukanlah tidak mungkin pada 50
tahun mendatang wilayah Jakarta akan dipenuhi oleh sampah plastik. Memang
dampaknya tidak dapat dirasakan dalam jangka pendek. Namun, penumpukan sampah
tersebut untuk jangka panjang dapat berakibat pada kesehatan dan kelestarian
ekosistem itu sendiri.
Melihat
fakta tersebut, banyak masyarakat mulai melakukan gaya hidup hijau dengan
membawa tumbler. Aksi kampanye untuk mengajak masyarakat menerapkan kebiasan
tersebut marak dilakukan oleh banyak aktivis lingkungan. Dampak positif
kampanye tersebut menjadikan kebiasaan membawa tumbler sebagai trend gaya hidup
masyarakat urban.
Namun,
trend membawa tumbler tersebut tidak signifikan mengurangi produksi botol
plastik. Salah seorang peserta mengatakan,
“Saya sering kekurangan air minum walaupun sudah membawa botol minum sendiri.
Jadinya ya tetep membeli air kemasan”ujarnya.
Seraya menambahkan, mengingat kebutuhan air minum manusia setiap hari tidak seimbang volume
tumbler yang ergonomis, maka botol plastik sekali pakai tetap menjadi opsi
untuk mengisi ulang. Hal tersebut mengurangi esensi kegunaan tumbler itu
sendiri, yaitu mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai.(Marwan).