![]() |
Reklamasi 17 Pulau Buatan di Utara Jakarta. Foto : Ist. |
JAKARTA, BL- Mega proyek reklamasi 17 pulau buatan di utara Jakarta diyakini akan menghancurkan ekosistem mangrove yang tersisa di Jakarta. Kegiatan reklamasi dengan penimbunan akan mengubah kondisi ekologi lingkungan mangrove yang menghendaki syarat syarat tertentu terhadap kadar garam, pasang surut air laut dan pelumpuran.
“Kehilangan
mangrove di Teluk Jakarta mempunyai dampak ekologi yang sangat serius,”
demikian dikatakan Marison Guciano, Koordinator Komunitas Indonesia
Friends of The Animals (Ifota) Selasa (25/8).
Menurut
Marison, hancurnya ekosistem mangrove menyebabkan kerusakan habitat
alami dan punahnya berbagai jenis flora fauna dan biota tertentu.
“Ekosistem
mangrove di Jakarta merupakan tempat tinggal aneka jenis burung dan
berbagai satwa lain yang sulit ditemukan di wilayah Jakarta lainnya. Ada
90 an jenis burung yang hidup di wilayah ini. Sekitar 17 jenis di
antaranya adalah jenis burung yang dilindungi,” tutur Marison.
Selain
burung, ekosistem mangrove juga menjadi tempat hidup berbagai spesies
reptilia seperti biawak air (Varanus salvator), ular sanca kembang
(Python reticulatus), ular sendok Jawa alias kobra Jawa (Naja
sputatrix), ular welang (Bungarus fasciatus), buaya muara (Crocodylus
porosus) dan lainnya.
Disebutkan Marison, Jakarta telah kehilangan luasan hutan mangrovenya dalam waktu yang relatif cepat. Pada tahun 1960
luas kawasan hutan mangrove di pesisir utara Jakarta seluas 1.300
hektare (Ha). Kini, kawasan hutan mangrove yang tersisa 327 hektar.
Namun, dari 327 hektar itu, akibat tingginya tingkat kerusakan, diperkirakan hanya tinggal 10% yang tertutup oleh vegetasi berpohon-pohon. Sebagian besar telah berubah menjadi rawa terbuka yang ditumbuhi rumput-rumputan, gelagah (Sacc harum spontaneum) dan eceng gondok (Eichchornia crassipes).
Selain
mengakibatkan kepunahan flora fauna dan biota laut, reklamasi dinilai
Marison juga akan semakin memperparah banjir rob atau air laut pasang di
Jakarta bagian utara.
“Terjadi
peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai
kolam telah berubah menjadi dataran. Maka, daerah pantai lainnya rawan
tenggelam dan mempercepat intrusi air laut ke daratan,” tegasnya.
"Reklamasi
ini harus dihentikan karena tidak menciptakan keadilan ekologi. Yang
diuntungkan hanya pengembang atau developer," sambungnya.
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar