![]() |
Perdagangan satwa dilindungi di Pasar Jatinegara, Jakarta. Foto : Scorpion. |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Menyambut
Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2016 yang jatuh hari ini, WWF
Indonesia pada tanggal 2 Juni 2016 lalu telah mengadakan diskusi public
bertajuk, “Hentikan
dan Laporkan Perdagangan Satwa Dilindungi. Hal ini selaras dengan tema
global Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, 'Wild for Life - Zero
Tollerance for Illegal Wildlife Trade'.
Chairul Saleh, Wildlife Crime Team Coordinator-WWF Indonesia menjelaskan, diskusi
publik tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian publik
pada aktivitas perdagangan satwa dilindungi.
Sekaligus mendudukkan
bersama-sama berbagai
pihak untuk mencari tahu akar permasalahan dan solusi terhadap
permasalahan ini, yang sudah menjadi ancaman utama kelestarian berbagai
satwa langka di Indonesia.
Selain
narasumber dari WWF Indonesia, turut hadir beberapa instansi seperti
Ditjen Penegakkan Hukum Lingkungan KLHK, Ditjen KSDAE-KLHK, Pengawasan
Sumber Daya
Kelautan-KKP, perwakilan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan kedutaan
besar Inggris, UNODC, MUI, Perhimpunan Dokter Hewan Seluruh Indonesia,
PolAir Polda Bali, Polda Metro Jaya-Reskrimsus, Bareskrim Subdit 1
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter)-AKBP
Sugeng, serta para public figure seperti Davina Veronica, Jessica Mila,
Ricky Cuaca,, Jamaica Café, Turtle Conservation and Education Center,
ICEL, Komisi VII DPR RI Aryo Djojohadikusumo, Balai Karantina Ikan-KKP,
Garuda Indonesia, dan beberapa komunitas
pencinta satwa lainnya.
"Diskusi
ini sangat menarik dan memunculkan akar permasalahan yang kerap
diabaikan, yaitu soal anggaran pengawasan SDA yang kecil dan perlu
diperbesar,"tuturnya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Sementara anggota DPR RI
Komisi VII Aryo Djojohadikusumo menyatakan anggaran untuk ranger (penjaga hutan) hanya 42
miliar setahun, padahal ada 30-an spesies Indonesia yang masuk ke IUCN
Red List yang harus dilindungi dan KLHK punya target untuk menaikkan 10 %
25 species langka di Indonesia dengan total
budget hanya ada sekitar 6 juta dolar dan jumlah ini sangat sedikit.
"Jadi tak hanya regulasi yang diperkuat, dan public awareness harus
ditingkatkan untuk melaporkan jika mengetahui ada satwa dilindungi yang
diperdagangkan, yang terpenting adalah peningkatan
anggaran. Paradigma masyarakat yang menjadikan pemeliharaan satwa
dilindungi atau menyimpan bagian tubuhnya sebagai alat status sosial dan
gengsi, juga sudah harus dihilangkan,"tuturnya.
Chairul Saleh menambahkan, pada
akhir diskusi, diperoleh beberapa info menarik bahwa perdagangan satwa
dilindungi seperti fenomena gunung es, semakin diusut semakin banyak
ditemukan kasus
dan modusnya; persepsi publik masih menganggap bahwa memelihara atau
menggunakan satwa dilindungi akan meningkatkan status sosial.
Selain itu
penegakkan hukum dibutuhkan pendekatan multi door (penggunaan beragam
undang-undang) dan memguatkan koordinasi antar
instansi, dan masih ada ketidakjelasan dalam lembaga legislatif antara
Komisi VII dan Komisi IV, seiring disatukannya fungsi kehutanan dan
lingkungan hidup di lembaga eksekutif.
"Terakhir yang tak kalah penting
adalah peran masyarakat penting untuk melaporkan
dan turut mengawasi,"tandasnya.(BL)
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar