JAKARTA,
BERITALINGKUNGAN.COM- Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendesain program Perhutanan Sosial seluas
± 12,7 juta Ha, melalui pengalokasian areal izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Adat (HA) serta Kemitraan dengan pemegang izin Hutan Tanaman Industri melalui
pemanfaatan areal tanaman kehidupan.
Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengatakan, selama ini pengembangan izin-izin berbasis masyarakat khususnya
HTR menghadapi sejumlah kendala, utamanya adalah permasalahan pembiayaan karena menyangkut
penyediaan agunan, harga komoditas produk, lemahnya administrasi keuangan, masa
grass period yang cukup panjang, dan belum ada penjaminan resiko, dll.
Selain itu juga terdapat permasalahan lain
seperti areal Hutan Produksi (HP) yang dialokasikan terfragmentasi dalam skala luasan yang kecil, lokasi
terletak di areal dengan aksesibilitas dan infrastruktur terbatas, permasalahan
kapasitas (SDM, pembiayaan, teknologi), serta konektivitas terhadap industri pengolahan
hasil hutan yang terbatas.
“Dengan
dukungan finansial, diharapkan rakyat semakin produktif dan bisa sejahtera.
Misalnya, jika kelompok tani pinggir hutan membentuk koperasi, maka koperasi
rakyat ini harus bisa berkelas korporasi,’’ kata Siti Nurbaya Bakar, saat
membuka Focus Group Discussion (FGD) yang membahas model pembiayaan Perhutanan Sosial berbasis
kemitraan HTI-HTR di gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (9/1/2017). Selain dihadiri jajaran terkait di KLHK, FGD ini juga dihadiri perwakilan kalangan dunia
usaha, Perbankan, Lembaga Internasional, sektor swasta/CSO/Koperasi.
Kementerian
LHK telah menerbitkan instrumen kebijakan yang membuka peluang untuk mendapat
akses pembiayaan, antara lain melalui PermenLHK No. 12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri
dan PermenLHK No. 83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Dengan
kedua kebijakan ini, pemegang HTI dan HTR memiliki kesempatan untuk mengembangkan
tanaman semusim jangka pendek (antara lain tanaman pangan) di antara tanaman
berkayu, sehingga diperoleh pendapatan antara yang memperkuat arus kas dan memungkinkan
digunakan untuk pembayaran angsuran pinjaman.
Pengembangan
kemitraan HTI – HTR menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kendala dalam
pengembangan HTR. Pendekatannya dapat ditempuh melalui pola klaster, dengan
mengintegrasikan HTI dan HTR dalam satu wilayah/region tertentu serta memiliki
konektivitas yang kuat dengan pasar/industri di region yang lain. Sebagai contoh, pada tanggal 20 Desember 2016 Presiden telah
meresmikan kolaborasi antara pemegang izin HTR dengan industri perkayuan di
Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah sebagai langkah nyata upaya pengembangan
industri kehutanan secara luas, sekaligus untuk meningkatkan produktivitas
lokal serta mengatasi kemiskinan dan kesenjangan. Pada saat itu, Presiden
menyerahkan secara simbolis 12 izin usaha hutan tanaman rakyat, hutan desa dan
hutan kemasyarakatan.
“Swasta diharapkan bisa lebih memahami rakyat,
dan pihak-pihak seperti akademisi dan LSM harus terus bersama rakyat. Pola
pendampingan ini memang memerlukan waktu lama, namun kita tidak boleh bosan dan
harus menemukan cara-cara baru mendorong masyarakat bisa mengelola hutan dengan
baik, sehingga bisa terangkat kesejahteraannya,’’ kata Alumnus IPB ini.
Ada
beberapa target output (hasil) dari FGD yang rencananya digelar hingga Selasa
(10/1/2017) ini. Diantaranya dapat merumuskan skema rantai bisnis antara
HTI-HTR, dukungan finansial untuk HTR, dukungan dari pemerintah, serta rumusan
langkah kerja bersama untuk HTR dengan timeline.
(Wan)
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar