JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Dua peneliti KLHK berhasil meraih gelar
kepakaran tertinggi, Profesor Riset. Majelis Pengukuhan Profesor Riset Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan dua Profesor Riset dari Badan
Litbang dan Inovasi KLHK, dimana sebelumnya KLHK telah memiliki 11 Profesor
serupa. Dua professor Riset tersebut bernama Dr. Drs. Acep Akbar, M.P dengan
kepakaran bidang Kebakaran Hutan, dan Dr. Drs. Djarwanto, M.Si bidang
Biodeteriorasi dan Pengawetan Lignoselulosa.
Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang hadir dalam acara Orasi Pengukuran Profesor
Riset di Jakarta (7/11), menyampaikan dengan adanya pengukuhan Profesor Riset
ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitan di bidang
lingkungan hidup dan kehutanan terutama dalam upaya menjawab permasalahan
faktual di lapangan.
“Sebagai
Profesor Riset harapan besar bangsa ada di pundak Bapak, Saya mengharapkan
adanya sebuah terobosan dan penemuan baru
di bidang IPTEK terutama IPTEK di bidang lingkungan hidup dan kehutanan
serta pemecahan masalah terhadap masalah faktual lingkungan hidup dan kehutanan
yang terjadi di lapangan”, kata Menteri Siti.
Kepala
LIPI L. T. Handoko yang juga hadir dalam acara ini, sangat mengapresiasi
munculnya dua professor riset dari KLHK. Karena dalam peraturan terbaru terkait
penelitian, disebutkan kualifikasi peneliti sudah sama dengan dosen, minimal
harus S2. Menurut Handoko aturan ini memudahkan peneliti secara administratif
tapi ditingkatkan kualitasnya secara substantif. Selain itu, Handoko juga
menginformasikan bahwa saat ini sudah dialokasikan dana abadi penelitian
sebesar Rp. 1 triliun tiap tahun. "Jadi paradigma litbang sulit berkembang
sudah tidak benar", ucap Handoko.
Dalam
orasi berjudul “Pencegahan Kebakaran Hutan Melalui Penerapan Teknik Silvikultur
Tepat Guna dalam Mengelola Hutan Tanaman”, Acep Akbar menyimpulkan bahwa teknik
silvikultur tepat guna sangat potensial dijadikan salah satu strategi
pencegahan kebakaran hutan oleh pemerintah dalam mendisiplinkan
perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan pembangunan tanaman hutan
dilengkapi dengan manipulasi lingkungan sosial melalui pemberdayaan masyarakat
sekitar hutan sehingga dapat menurunkan resiko kebakaran hutan.
Sedangkan
hasil penelitian yang disampaikan dalam orasi berjudul “Jamur Pelapuk Kayu dan
Pelestarian Sumber Daya Hutan”, Djarwanto, menyatakan sekitar 30 jenis jamur
pelapuk kayu dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, dan jenis lain yang dapat
dimanfaatkan sebagai dekomposer limbah lignoselulosa. Pengawetan kayu dengan
bahan kimia merupakan upaya terakhir pengendalian kerusakan kayu karena sulit
terurai dan berpotensi mencemari lingkungan. Dikatakan Djarwanto pengawetan
kayu yang sesuai untuk masa depan ialah memenuhi empat kriteria yaitu: mudah
dilakukan; efektif terhadap organisme sasaran; aman terhadap manusia; dan ramah
lingkungan.
Dengan
perkembangan IPTEK dan peradaban kehidupan manusia yang sangat pesat, peneliti
KLHK dituntut untuk mampu beradaptasi dan memegang peranan yang penting di
dalam kemajuan IPTEK. Indonesia tidak boleh tertinggal dengan negara maju dan
negara berkembang lainnya di dalam pengembangan IPTEK dan harus mampu menjadi
pemain pertama dan utama di dalam setiap perkembangan IPTEK di dunia.
Berdasarkan
data bahwa, jumlah publikasi ilmiah Indonesia di tingkat Asean pada tahun 2017
hanya berada di peringkat ke-tiga dengan jumlah publikasi sebanyak 11.865
publikasi di bawah Malaysia dan Singapura (Kemenristekdikti 2017), akan tetapi
dengan usaha bersama publikasi ilmiah Indonesia di tahun 2018 meningkat
signifikan menjadi 18.000 publikasi ilmiah/jurnal dan menempati posisi ke dua
di Asian Tenggara setelah Malaysia, dan pada tahun 2019 Indonesia menargetkan
menjadi peringkat pertama di Asia Tenggara untuk negara dengan produktifitas
publikasi ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar