Selain
itu, budidaya persuteraan alam cocok dikembangkan di negara-negara tropis
karena murbei, sebagai pakan ulat sutera, tumbuh sepanjang tahun. Kondisi ini
merupakan peluang bagi Indonesia, untuk mengembangkan komoditas tersebut secara
luas.
Kepala
Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, Agus Justianto menyampaikan, Indonesia
mempunyai beberapa faktor pendukung bagi pengembangan persuteraan alam. Salah
satunya, kondisi agroklimat dengan dua musim yang sesuai untuk pengembangan
sutera. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, serta adanya gap supply – demand produk sutera yang cukup
besar merupakan peluang pasar yang terbuka lebar.
“Budidaya
persuteraan alam juga menghadapi berbagai tantangan antara lain, antusiasme
masyarakat yang rendah karena rendahnya harga sutera lokal, dan ketidakpastian
harga serta tingkat produktivitas yang belum optimal. Belum optimalnya
produktivitas budidaya persuteraan alam disebabkan penggunaan bibit ulat serta
pakan daun murbei yang berkualitas rendah,” jelasnya.
Oleh
karena itu, BLI bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK, melakukan transfer teknologi pengembangan
telur ulat sutera, dan murbei hibrida. BLI menerapkan teknologi ini kepada
Kelompok Tani Hutan (KTH) yang menjadi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)
Bina Mandiri Sukabumi, Jawa Barat.
“Aplikasi
penggunaan bibit unggul persuteraan alam hasil inovasi Badan Litbang dan
Inovasi, dengan hibrid ulat PS 01, dan hibrid murbei SULI 01 ini, merupakan
salah satu upaya membangkitkan kembali pengembangan persuteraan alam di daerah
potensial yang memiliki kesesuaian agroklimat,” kata Agus.
Kegiatan
pengembangan telur ulat sutera, dan murbei hibrida ini, dilakukan melalui skema
kemitraan kehutanan antara KUPS Bina Mandiri dengan PT. Begawan Sutera
Nusantara.
“Pendekatan
baru Negara memberikan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan melalui
skema Perhutanan Sosial, dengan Perhutanan Sosial masyarakat dapat bermitra
dengan siapapun untuk mengembangkan usahanya, harapannya dapat meningkatkan
pendapatan melalui pengembangan komoditas yaitu hasil hutan bukan kayu berupa”
ujar Direktur Jenderal PSKL Bambang Supriyanto saat panen kokon perdana telur
ulat sutera dan Launching Perhutanan Sosial berbasis Sutera Alam di Desa
Sukamaju, Kec. Kadudampit, Kab. Sukabumi, Jawa Barat, (5/11/2018).
Bambang menjelaskan, dengan pendekatan pendampingan teknologi dari Litbang harapannya
produktifitas meningkat.
Nilai tambah diambil oleh masyarakat, ketika
kokon jadi tidak langsung dijual akan tetapi diproses kelompok tani menjadi
benang. Indikator keberhasilan Perhutanan Sosial adalah ketika akses kelola
sudah diberikan, kemudian kerjasama sudah dibuat, ketua kelompok dapat menjadi
lokal champion.
Kedepannya, ketika telah terbentuk Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS) harus ada kemandirian dan kelanjutan yang terus ditingkatkan oleh
kelompok tani. Jika usahanya sudah bagus dapat bekerjasama skema bagi hasil
dengan BLU, dengan terlebih dahulu kelompok tani mengajukan proposal.
Dapat
juga mengajukan KUR (kredit usaha rakyat) dengan bank Mandiri/BTN/BNI/BRI. Di
lokasi ini diharapkan dapat dikembangkan sekolah lapang untuk petani-petani
sutera yang lain, sehingga dapat menjadi modal pengembangan usaha sutera alam
Indonesia.
Sebelumnya,
Ditjen PSKL melalui Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat
(BUPSHA) telah memfasilitasi pembentukan tujuh kelompok pengelola Hutan Rakyat
(HR) persuteraan alam menjadi tujuh KUPS.
"Dengan
KUPS, diharapkan dapat membuka peluang pekerjaan serta meningkatkan jumlah dan
kualitas produksi kokon sutera guna memenuhi kebutuhan industri kesuteraan
alam," tutur Bambang.
Lebih
lanjut, Bambang juga menyatakan bahwa kegiatan pesuteraan alam merupakan
kegiatan yang dapat dilakukan oleh seluruh keluarga dan ramah gender.
"Melalui
perhutanan sosial berbasis persuteraan alam inilah, diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan petani, juga sekaligus menjaga kelestarian
lingkungan, karena tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera, juga dapat
berfungsi sebagai tanaman rehabilitasi, dan pencegah erosi," pungkasnya.
Kolaborasi
para pihak di KUPS Bina Mandiri, menjadi titik penting dalam pengembangan
program sejenis di lokasi lain. Dengan skema perhutanan sosial lainnya, seperti
hutan rakyat, hutan desa, maupun kemitraan kehutanan, dapat mendorong industri
sutera alam nasional bangkit kembali.(Wan)
-->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar