Macan Tutul Jawa yang tertangkap camera trap. Foto : dok Conservation Internasional Indonesia. |
“Kehadiran
spesies kunci merupakan indikator penting dari kualitas dan pentingnya daerah
untuk menjaga fungsi ekosistem dalam lanskap yang lebih besar,” kata Anton Ario Senior Manager Terrestrial Program CI Indonesia di Garut (23/04/2019).
Diungkapkan, CI Indonesia bekerjasama
BBKSDA Jabar telah melaksanakan survei macan tutul jawa
menggunakan perangkap kamera (camera trap). Jumlah camera
trap yang digunakan dalam survai ini sebanyak 30 buah. Penempatan camera trap berdasarkan rancangan survei
menggunakan grid cell dengan luas
masing-masing 1x1 km², dengan jarak antar camera
trap ±1,5 km.
Selama survei, seluruh kawasan monitoring dibagi menjadi 4 blok yaitu blok
Guntur, Kamojang, Darajat dan Papandayan, meliputi luasan sampling seluas 120
km². Sebanyak 30 unit camera trap ditempatkan pada 2 blok
(masing-masing 15 unit camera trap)
dan setelah 30 hari pengoperasian, secara bergantian camera trap kamera dipindahkan pada 2 blok berikutnya, sehingga
total petak contoh yang terisi camera
trap berjumlah 60 petak.
Dalam setiap periode pengoperasian di lapangan,
setiap camera trap beroperasi selama
30 hari, yang merupakan peristiwa pendataan (sampling occation).
Selama periode penelitian 2016-2108, total waktu pemasangan kamera adalah 4.500 hari rekam (trap days). Total foto satwa yang
dihasilkan sebanyak 1.214 foto satwa, dan total foto Macan tutul jawa sebanyak
83 foto.
Selama periode pemasangan camera trap di KPHK Guntur-Papandayan diperoleh 26 jenis satwa, 21
diantaranya jenis mamalia, dan 5 jenis burung. Pada masing-masing blok
penempatan camera trap diperoleh 20
jenis satwa di blok Darajat, 17 jenis di blok Papandayan, 19 jenis di blok
Guntur dan 18 jenis di blok Kamojang. Pada saat yang sama, keberadaan macan
tutul jawa diperoleh pada 36 dari 60 lokasi pemasangan camera trap, yang meliputi 11 lokasi di Blok Darajat, 15 lokasi di
blok Papandayan, 3 lokasi di blok Guntur, dan 7 lokasi di Blok Kamojang.
Dijelaskan, setiap
individu Macan tutul jawa dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan ukuran
tubuh, jenis kelamin dan pola totol di tubuh masing-masing individu.
Berdasarkan hasil identifikasi setiap individu,
terdeteksi 10 individu Macan tutul jawa di lokasi penelitian yang terdiri dari
3 individu jantan dewasa, dan 7 individu betina dewasa. Luas sampling area dalam penelitian ini
adalah 120 km2.
Macan Tutul Jawa yang tertangkap camera trap. Foto : dok Conservation Internasional Indonesia. |
Berdasarkan analisis dengan menggunakan model Spatially Explicit Capture-Recapture
(SECR), diperoleh kepadatan populasi Macan tutul jawa di KPHK Guntur-Papandayan
yaitu 5,1 individu/100 km² (SE=1,6) atau satu individu
per 19,6 km². Habitat potensial yang dapat digunakan (mask area) seluas 197
km², lebih luas dari kawasan KPHK Guntur-Papandayan (±15.318 ha), ini berarti
kawasan penyangga (buffer zone) KPHK Guntur-Papandayan yaitu kawasan Perhutani
merupakan kawasan yang memiliki potensi dalam mendukung populasi Macan tutul
jawa.
Berdasarkan hasil foto, keberadaan Macan tutul
jawa terdeteksi pada ketinggian antara 1.114--2.635 m
dpl. Hal ini karena hampir sebagian besar kawasan KPHK Guntur-Papandayan
merupakan daerah ekosistem hutan hujan pegunungan dataran tinggi. Macan tutul
jawa terdeteksi aktif sepanjang hari, baik pagi-siang-hingga malam hari. Waktu
terfoto tertinggi antara jam 06:00-08:00 WIB (15%) dan terendah pada jam 10:00-12:00
WIB (3,3%).
Selain kegiatan pemantauan macan tutul
jawa, CI Indonesia bersama BBKSDA juga melakukan
survei keberadaan owa jawa. Diketahui keberadaan owa jawa tidak berada dalam
kawasan KPHK, namun di area yang berdekatan di bagian selatan gunung
papandayan, tepatnya di kawasan Hutan Lindung Perhutani.
“Owa Jawa di
areal ini rawan kepunahan lokal karena hutan perlahan semakin habis karena
aktivitas manusia, sehingga Owa Jawa perlu ditranslokasi ke wilayah yang aman”ujarnya.
Gunung Guntur dan Papandayan adalah bagian dari salah satu lanskap
penting bagi kawasan prioritas konservasi di Jawa Barat karena di wilayah
tersebut, terdapat satwa unik yang terancam punah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Conservation International Indonesia (CI Indonesia), kawasan konservasi ini berisi keanekaragaman flora dan rumah
bagi beberapa spesies satwa unik dan terancam punah seperti Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Elang jawa (Nisaetus bartelsi), Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dan Jawa kukang (Nycticebus javanicus).
Menurut Anton, beberapa kegiatan survei keanekaragaman
hayati saat ini perlu diperbarui secara sistematis dan pembiayaan yang lebih
efektif dan efisien. Tidak
seperti survei keanekaragaman hayati jangka pendek, strategi monitoring jangka
panjang memungkinkan untuk mengukur dan membandingkan satwa liar dengan
menggunakan metodologi standar di berbagai hutan tropis dari tempat-tempat yang
relatif jauh dari jangkauan dan terkena dampak kegiatan manusia.
Sebagai bagian dari rencana pengelolaan KPHK Guntur-Papandayan,
dimana ketersediaan data dan informasi kenaekaragaman hayati menjadi salah satu
hal penting dalam pengeloalaan, maka diperlukan kegiatan pemantauan
keanekaragaman hayati dan upaya penyadartahuan konservasi di sekitar KPHK
Guntur papandayan.
Anton
menambahkan, CI Indonesia selain melakukan monitoring Macam Tutul Jawa dan Owa Jawa, CI Indoensia juga melaksanakan kegiatan
peningkatan kapasitas SDM BBKSDA Jawa Barat beserta mitra, yang meliputi
pelatihan camera trap, survei owa jawa, SMART patrol, dan sosialisasi mitigasi
konflik macan tutul jawa dengan manusia.
“Data saintis
yang dimiliki CI
Indonesia seperti keberadaan Macan Tutul Jawa, bisa menjadi pijakan atau referensi
dalam merestorasi ekosistem Gunung Guntur dan Papandayan,”tandasnya.(Marwan Azis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar